Siapa yang tidak tahu Menara Eiffel di Perancis? Menara yang sangat terkenal di dunia ini menyimpan banyak cerita dan sejarah. Nah, sebelum ke sana, tidak ada salahnya kalau kita ketahui dulu fakta menarik Menara Eiffel yang berdiri di kota Paris, Perancis.
Paris
Salah satu kota yang menjadi barometer Eropa adalah Paris, Perancis. Kamu mesti menginjakkan kaki di kota ini. Ikon Paris tentu La dame de fer atau gadis besi, julukan untuk Menara Eiffel yang dibangun pada 28 Januari 1887. Namun, kamu sebaiknya tak hanya menatap kecantikan Eiffel sebab ada banyak hal yang patut dijajal atau dikunjungi selama di Paris. Berikut ini 5 di antaranya.
1. Louvre
Museum Louvre bersama piramid kacanya menjadi ikon lain dari Paris. Museum ini punya tiga sayap bangunan, yakni Richeliu, Sully, dan Denon. Ribuan koleksi disimpan di sini dan dibagi dalam beberapa kelompok, contohnya barang-barang kuno dari Mesir, peninggalan Kerajaan Roma, hingga benda-benda antik dari Yunani. Beberapa koleksi disebut telah berumur ribuan tahun.
Menikmati semua koleksi di Louvre perlu waktu lebih dari satu bulan! Louvre juga menyimpan lukisan paling terkenal sejagat, Mona Lisa. Lukisan ini “bersemayam” di lantai 1 sayap Denon. Ruang pemajangan Mona Lisa selalu disesaki pengunjung yang penasaran.
2. Palais Garnier
Masih bersentuhan dengan seni, kunjungi juga bangunan monumental Palais Garnier. Inilah gedung kaum ningrat Perancis masa lalu yang berupa istana pertunjukan opera.
Gedung opera ini dirancang oleh arsitek Charles Garnier pada 1875. Ada sejumlah ruangan dengan peruntukan khusus, semisal sebuah auditorium yang dulunya digunakan para bangsawan dan orang-orang kaya bersosialisasi sebelum menonton opera. Ada pula perpustakaan dengan koleksi-koleksi naskah tua, ditambah beberapa studio latihan dan lokakarya.
Palais Garnier, sebut situs web Wikipedia.org, pada mulanya dikenal sebagai Salle des Capucines karena lokasinya berada di Boulevard des Capucines. Nama Garnier dipakai sebagai pengakuan atas mahakarya sang arsitek.
3. Pont Neuf
Dari Palais Garnier, kamu bisa jalan kaki menuju Stasiun Chaussée d’Antin La Fayette lalu naik Metro (MRT) menuju Stasiun Pont Neuf. Waktu tempuh sekitar 8 menit.
Setelah itu berjalan ke arah jembatan yang konon menjadi titian tertua di Paris, yakni Pont Neuf. Raja Henry III-lah yang membangun Pont Neuf pada 1578 dan dirampungkan oleh Raja Henry IV pada 1607. Tak jauh dari jembatan ini, berdiri patung perunggu ksatria berkuda yang tak lain adalah sosok Raja Henry IV.
Di dekat jembatan juga terdapat dermaga bagi wisatawan yang ingin berlayar menyusuri Seine. Tak jauh dari Pont Neuf terdapat Pont des Arts yang beberapa tahun lalu dikenal sebagai jembatan gembok cinta. Dulu di pagar jembatan ini terdapat ribuan gembok yang sengaja dikuncikan oleh para pengunjung untuk mengekalkan kisah asmara mereka.
4. Galeries Lafayette
Kalau tak masalah dengan uang saku, kamu boleh mencoba berbelanja di Galeries Lafayette. Ini adalah salah satu mal megah yang menjadi ikon fashion dunia. Harga barang-barang yang dijual di sini tentu setinggi langit.
Namun, jika tak berbelanja pun juga tak masalah. Kamu masih bisa jalan-jalan di dalam mal untuk sekadar cuci mata. Galeries Lafayette terletak di Boulevard Haussman, hanya beberapa langkah dari Palais Garnier.
Galeries Lafayette terdiri atas 3 bangunan. Yang pertama, Lafayette Coupole yang memajang beragam koleksi para desainer, perhiasan, parfum, kosmetik, dan sesandangan kaum muda dan anak-anak.
Bangunan kedua adalah Lafayette Homme yang memiliki lorong menuju Lafayette Coupole. Di sini terhampar aneka aksesori pria dan beragam fashion. Ada juga deretan gerai kuliner yang harganya tentu lebih mahal dibanding kafe-kafe di gang-gang sekitarnya.
Yang ketiga yakni Lafayette Maison yang menyediakan beragam peralatan rumah tangga kekinian. Galeries Lafayette juga terkenal dengan kubahnya yang elok.
5. Escargot
Nah, untuk kuliner, jangan lupa mencicipi makanan khas Perancis, yaitu escargot. Di Jakarta, makanan ini sudah banyak disajikan oleh beberapa restoran, tapi tentu makin oke jika mencobanya langsung di negeri asalnya.
Escargot adalah makanan berbahan daging bekicot. Namun, rupa bekicot yang dimasak di Perancis, berbeda dengan yang biasa kita temui di Indonesia. Bagi orang Perancis, bekicot adalah makanan mewah yang mahal harganya karena mengandung banyak protein.
Saat Kompas Klasika mencoba escargot pada salah satu restoran di kawasan Champs–Élysées, rasa makanan ini cenderung asin, gurih, dan berminyak. Aroma bawang putihnya juga tergolong tajam. Escargot biasanya disuguhkan sebagai makanan pembuka.
Pekan lalu, koran ini ngeteh bersama Rere (38), WNI yang sudah 8 tahun merantau ke Negeri Napoleon, Perancis. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Paris pada 2010, ia mengalami kondisi yang mirip dengan saat ini. Salju mengguyur Paris dengan hebat.
“Pada 2010, saljunya lebih dahsyat dibanding Januari–Februari ini. Aku bener-bener bingung saat itu. Yang aku heran, waktu itu malah ada beberapa orang main ski di tengah kota. Kalau tak salah, mereka meluncur di jalan-jalan berkontur di sekitar Montmartre yang tertutup salju tebal,” ungkapnya.
Bagi sebagian orang, lanjutnya, hamparan salju itu menyenangkan. Namun, bagi orang-orang yang saban tahun mengalami musimnya, hal itu tentu memberi kesan berbeda. “Kalau sekadar jalan-jalan pas musim salju mungkin terasa romantis, ya. Tapi, kalau kerja seperti aku ini, ya, sering terasa susah juga. Apalagi aku selalu kena flu setiap musim dingin tiba.”
Rere juga menyinggung kebiasaan turis Indonesia saat berkunjung ke Paris. Menurut Rere, masih banyak yang menghabiskan waktu di sana hanya untuk belanja dan selfie-selfie. “Paris itu kota yang mahal. Pelancong Indonesia yang datang ke sini itu kebanyakan orang mampu. Menurutku, sayang kalau jauh-jauh datang ke sini dengan biaya yang banyak, sampai di sini cuma beli tas atau pakaian seharga puluhan juta rupiah.”
Tatkala di Paris, imbuh Rere, pelancong bisa mendapat begitu banyak pengalaman seni dan sejarah sehingga bisa menjawab pertanyaan: mengapa Paris bisa menjadi begitu sohor dan dijuluki kota paling romantis di dunia? Untuk menyesap kisah-kisah unik yang menyelimuti Paris, sebaiknya wisatawan mau berjalan kaki menyusuri sudut-sudut kota.
Jalan kaki
Lidwina (36) datang tak lama kemudian untuk bergabung menyeruput teh bersama kami. Lidwina adalah dokter dan telah tiga kali mengunjungi Paris bersama keluarganya.
“Waktu pertama kali ke sana, saya ikut paket tur. Jadi, ke mana-mana naik bus yang disediakan. Awalnya saya pikir menyenangkan karena tak repot. Tapi, saya lalu melihat tempat-tempat bagus yang terlewat begitu saja, karena tidak ada di jadwal perjalanan. Rasanya, kok, sayang, ya,” ujarnya.
Maka, saat menghadiri suatu acara di Paris pada musim semi 2016 dan musim gugur tahun lalu, Lidwina bersama keluarganya sengaja membuat agenda perjalanan sendiri di luar rencana terjadwal. “Dua hari saya ikut acara resmi. Tiga hari setelahnya saya bersama anak-anak jalan-jalan sendiri. Saat itu, kami sengaja lebih banyak berjalan kaki dan naik angkutan massal.”
Ternyata, kata Lidwina, anak-anaknya tampak lebih senang. “Anak-anak saya yang masih berusia 4 tahun dan 2 tahun malah lebih gembira. Lebih leluasa. Setiap mereka bilang capek, kami istirahat dulu. Setelah itu, jalan lagi atau naik Metro (kereta dalam kota). Tak terasa kami bisa berjalan kaki cukup jauh dan banyak hal bisa kami nikmati.”
Berjalan kaki dan menumpang Metro juga dilakukan koran ini saat mengunjungi Paris, September tahun lalu. Pada hari kerja, di jam-jam tertentu—mirip di Jakarta—butuh usaha lebih untuk masuk ke gerbong Metro. Penumpang kereta begitu sesak sehingga kita harus ekstra awas untuk menjaga barang bawaan.
Waktu itu, koran ini naik dari Stasiun Chaussée d’Antin La Fayette dan turun di Stasiun Pont Neuf. Waktu tempuh sekitar 8 menit. Koran ini lalu berjalan ke arah jembatan yang konon menjadi titian tertua di Paris, yakni Pont Neuf. Meski tertua, arti nama itu adalah jembatan baru. Panjangnya 238 meter dengan lebar 20,5 meter, terentang di atas Sungai Seine. Di bagian bawah jembatan terdapat konstruksi 12 lengkungan yang disebut arc.
Raja Henry III-lah yang membangun Pont Neuf pada 1578 dan dirampungkan oleh Raja Henry IV pada 1607. Tak jauh dari jembatan ini, berdiri patung perunggu ksatria berkuda yang tak lain adalah sosok Raja Henry IV. Di dekat jembatan juga terdapat dermaga bagi wisatawan yang ingin berlayar menyusuri Seine.
Bagi Angela dan Ricard, turis asal Singapura, yang ditemui koran ini di dekat jembatan, Pont Neuf adalah salah satu tempat yang menguarkan romantisme. Sebab, tak jauh dari sini, terdapat Pont des Arts yang dulu dijuluki sebagai jembatan cinta.
“Dari sini, kami ingin menyusuri ‘segitiga cinta’ yang romantis,” sebut Angela. Apa itu “segitiga cinta”? Koran ini keheranan. Mereka tersenyum. “Itu istilah yang kami buat sendiri. Dari Pont Neuf, kami berjalan kaki ke Taman Luxembourg, lalu lanjut ke Menara Eiffel. Ketiga tempat ini kalau ditarik garis membentuk segitiga,” ucap Ricard.
Koran ini penasaran membuktikan ucapan mereka. Maka, kami pun berjalan sekitar 15 menit melalui ruas Rue Dauphine dan Rue de Conde sampai di Taman Luxembourg. Ini adalah taman yang cukup luas—sekitar 20 hektar—yang rindang dengan ornamen patung-patung dan air mancur. Di sini juga terdapat Istana Luxembourg. Suasananya syahdu sehingga cukup “kondusif” untuk pasangan yang tengah kasmaran.
Dari taman itu, kami berjalan lagi melewati ruas Rue de Babylone. Ini lumayan bikin ngos-ngosan, tapi tetap menyenangkan. Usai berjalan sekitar 40 menit, tibalah kami di Menara Eiffel. Suasananya begitu ramai. Di sini kita bisa mengamati pose-pose unik para pasangan yang sedang berfoto prewedding. Energik sekali.
Itu hanya sejumput gambaran bahwa dengan berjalan kaki atau naik angkutan umum, mengail pengalaman di Paris bisa menjadi lebih kaya. Sebab, masih banyak “segitiga” lain yang menawarkan atmosfer cinta. Di ujung hari, kaki boleh terasa kaku. Badan bisa juga ngilu. Namun, percaya saja, segala peristiwa itu membuat hati kita tak mudah membeku. [TYS]
Foto-foto : Iklan Kompas/Tyas Ing Kalbu
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 12 Maret 2018