Dalam dunia penerbangan sipil maupun militer, penggunaan ban vulkanisasi atau ban rekondisi (retread tire) bukanlah sesuatu yang tabu. Alasannya, demi memenuhi prinsip efisiensi. Tentu saja, harus memenuhi syarat dan tak melanggar aturan.
[su_quote]95 persen pesawat komersial yang beroperasi di dunia, memakai ban vulkanisasi -Hentje Pongoh, Konsultan Penerbangan-[/su_quote]
Mantan CEO American Airlines, Robert L Crandall, pernah menulis artikel “Rolling Along” yang terbit di majalah American Way. Ia bilang, dalam setahun, pihaknya membutuhkan 25 ribu ban untuk mendukung pengoperasian 640 pesawat.
Oleh sebab itu, American Airlines harus bekerja sama dengan banyak pabrikan vulkanisasi ban agar kebutuhan sebanyak itu terpenuhi. Ia menegaskan, meski menggunakan ban rekondisi, peraturan yang ketat dari regulator harus diikuti. Demi keselamatan penerbangan.
Konsultan penerbangan, Hentje Pongoh, juga menulis di Kompasiana tentang pemakaian ban rekondisi pada pesawat. Ia mengatakan, 95 persen pesawat komersial yang beroperasi di dunia, memakai ban vulkanisasi. Praktik ini sudah berjalan bertahun-tahun.
Ada banyak perusahaan yang mengerjakan proses vulkanisasi ban pesawat yang membuka cabang (pabrik) di sejumlah negara. Beberapa pemain besar, antara lain GoodYear, Bridgestone, dan Michelin.
Memenuhi Standar yang Ditetapkan ICAO
Untuk dapat melakukan pekerjaan vulkanisasi ban pesawat, pabrikan harus mematuhi Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 145. Ini adalah peraturan tentang keselamatan penerbangan sipil internasional. Adapun untuk batasan pemakaian, maskapai penerbangan harus memenuhi standar yang ditetapkan International Civil Aviation Organization (ICAO).
Di Indonesia, tulis Hentje, ban rekondisi disebut recap (R) dan masih boleh dipakai sampai R3 atau tiga kali di-recap. Hal itu sesuai dengan Advisory Circular yang dikeluarkan Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan.
Sebelum dipakai, ban rekondisi beserta seluruh suku cadang lainnya diperiksa oleh inspektur dari regulator. Pemeriksaan itu juga mencakup sejarah suku cadang. Bahkan, tempat penyimpanan suku cadang juga dicek. Setiap 3–4 hari sekali, pesawat yang menggunakan suku cadang tadi diperiksa ulang.
Ban pesawat bisa digunakan untuk sekitar 150 kali lepas landas dan mendarat, tergantung beban yang diangkut. Kualitas ban yang divulkanisasi sama dengan ban baru. Dengan demikian, mempunyai tingkat keamanan yang sama pula.
Jika terjadi insiden ban pesawat meletus, biasanya disebabkan kurangnya tekanan udara dalam ban (underinflation). Penyebab lainnya adalah benda asing yang masuk ke lintasan pesawat.
Harga ban rekondisi lebih murah 50 persen dibanding ban baru. Selain itu, ban rekondisi adalah jenis produk petrokimia yang pemrosesannya hanya memerlukan 26,5 liter minyak, ketimbang ban baru yang butuh 83 liter minyak. Jadi, lebih pro-lingkungan. [TYS]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 3 Mei 2018