Video assistant referee (VAR) bisa dikatakan menjadi pusat perhatian dalam perhelatan pesta bola Rusia 2018. Karena setelah pertandingan Perancis-Australia, penggunaan VAR menjadi sering terlihat. Imbasnya, dari 17 laga perdana di event ini, ada 3 keputusan penalti berdasarkan VAR.
Menengok kembali laga Perancis melawan Australia itu, pada menit ke-54 Paul Pogba mengumpan kepada Antoine Griezmann yang kemudian berhasil diterima dengan baik. Sayangnya, usaha Griezmann gagal karena terjatuh di kotak penalti saat bek Australia Joshua Risdon berhasil merebut bola.
Pemain Perancis pun protes, tetapi wasit Andres Cunha dari Uruguay tetap memerintahkan play-on. Namun, beberapa saat kemudian, Cunha menghentikan permainan dan diperintahkan untuk melihat video di pinggir lapangan yang menayangkan kembali kejadian Griezmann jatuh.
Cunha dan wasit penjaga video sepakat bahwa Griezmann telah dilanggar dan memberikan penalti bagi Perancis dan kartu kuning bagi Risdon. Pemain Perancis bersorak. Griezmann pun berhasil mengonversi penalti menjadi gol.
VAR memang masih memicu kontroversi. Namun, Presiden FIFA Gianni Infantino dalam beberapa kesempatan tetap mendukung penggunaan VAR. Dia bahkan mengatakan, VAR adalah teknologi masa depan sepak bola modern.
VAR pertama kali diujicoba FIFA secara resmi dalam pertandingan Kashima Antlers melawan Auckland City pada kejuaraan Piala Dunia Klub 2016. Usulan menggunakan VAR sebenarnya sudah mulai diucapkan oleh mantan Presiden FIFA Sepp Blatter sejak 2010. Walaupun sebelumnya, Blatter juga menolak usulan penggunaan VAR.
Setelah FIFA, kabar terakhir menyebut Asosiasi Persatuan Sepak Bola Eropa (UEFA) kemungkinan besar akan memakai VAR pada perhelatan Euro 2020. Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) juga dikabarkan akan kembali menggunakan VAR untuk kompetisi Piala FA tahun depan.
Sebelum VAR, banyak cara digunakan agar sepak bola terasa masih manusiawi. Penggunaan wasit pendamping atau asisten wasit tambahan di masing-masing sisi sejajar dengan gawang. Namun, agaknya cara ini tidaklah terlalu berhasil atau populer.
VAR pun tidak sepenuhnya bisa diandalkan. Dalam perhelatan pesta bola Rusia 2018, sejumlah media di Inggris mengeluhkan keputusan Wilmar Rodan yang dua kali tidak memberikan penalti kepada Harry Kane karena VAR gagal merekam momen tersebut.
Fungsi VAR tidak hanya untuk melihat kembali untuk keputusan penalti. VAR digunakan juga apabila ada kontroversi soal gol, kartu merah langsung, atau kesalahan keputusan pemberian kartu kuning atau merah.
Teknologi dan olahraga
Keluhan penggunaan VAR pada pertandingan sepak bola sebenarnya karena kekhawatiran hilangnya atmosfer pertandingan itu. Pertandingan yang sedang seru, tiba-tiba harus berhenti beberapa menit karena wasit harus melihat tayangan ulang kejadian.
Padahal, VAR sejatinya untuk membuat permainan lebih adil. Mungkin penggunaannya bisa berkaca seperti olahraga lain yang sudah menggunakan teknologi untuk membantu pengadil lapangan membuat keputusan.
Badminton, misalnya. Cabang olahraga ini menggunakan istilah challenge untuk meminta tayangan ulang. Aturan ini sudah berlaku sejak Desember 2013. Setiap pemain mendapatkan jatah challenge dua kali dalam satu pertandingan. Ketika memberikan keputusan yang sebelum salah, jatah challenge itu tidak akan berkurang. Namun, ketika keputusan wasit sebelumnya benar, jumlah challenge pemain itu akan berkurang.
Sebelumnya, sepak bola juga sudah menerapkan teknologi garis gawang untuk membantu penglihatan wasit apakah bola sudah masuk gawang atau belum. Teknologi seperti ini juga sudah diterapkan di cabang tenis juga.
Layaknya teknologi, VAR jelas akan melahirkan kontroversi. Namun, banyak kalangan meyakini, para pelaku dan penonton sepak bola akan terbiasa dengan adanya VAR. Seiring waktu, VAR pasti akan dikembangkan agar bisa membuat sepak bola tidak hanya menjadi menarik, tetapi juga adil. Semoga saja teknologi bisa juga diterapkan di Indonesia. [*/VTO]
Foto : Shutterstock.com/Marcin Kadziolka.