[su_audio url=”http://advisual.kompas.id/nusantara-bertutur/audio/rumah-pengasingan-bung-karno-di-danau-toba.mp3″]
Hari ini Ani bangun pagi-pagi sekali. Sejak pukul enam pagi gadis kelas lima SD itu sudah rapih berdandan. Ia hendak menagih janji Paman Lamhot.
Semalam, ketika menjemput Ani dan ayahnya di Bandara Silangit, Paman Lamhot berjanji akan mengajak Ani berkeliling kawasan Danau Toba dan menunjukkan tempat-tempat yang menarik. Kebetulan, Ani dan ayahnya sedang berlibur ke Sumatera Utara dan memutuskan untuk menginap di rumah Paman Lamhot, adik ayahnya Ani.
Rumah Paman Lamhot terletak di Desa Pardamean Ajibata, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir. Rencananya, Ani dan sang ayah akan menginap selama satu minggu disini.
Pagi ini, ternyata Paman Lamhot mengajak Ani jalan-jalan ke rumah pengasingan Sang Proklamator Bung Karno di Danau Toba.
Dengan menggunakan mobil, Ani dan Paman Lamhot sampai di sebuah bangunan tua di Parapat. Bangunan tersebut tepat berada di pinggir Danau Toba.
“Nah ini rumah pengasingan Bung Karno. Dari tempat ini, Ir. Soekarno dahulu biasa melihat Danau Toba,” jelas Paman Lamhot kepada Ani.
Ani mengamati bangunan yang ada di hadapannya. Bangunan tua peninggalan zaman Belanda tersebut berlantai dua dengan atap bagian depan berbentuk segi banyak.
“Sebentar ya, Paman minta izin dahulu sama penjaganya,” kata Paman Lamhot.
Tak berapa lama Paman Lamhot mengajak Ani masuk ke area rumah tersebut. Di sana terdapat pendopo yang menghadap ke arah Danau Toba. Ani dan Paman Lamhot lalu menaiki anak tangga menuju balkon. Ketika sampai di balkon, Ani merasa takjub.
“Wah indah sekali pemandangan danau Toba dari sini, Paman. Keren!”
Dari balkon itu, Ani juga dapat melihat Pulau Samosir yang ada di tengah Danau Toba.
Setelah itu, Ani bertanya pada Paman Lamhot, “Ceritakan dong Paman tentang Rumah Pengasingan ini,” kata Ani.
“Iya, jadi, zaman dahulu Pemerintah Kolonial Belanda menahan Pak Soekarno di rumah ini, supaya beliau tidak bisa mempengaruhi rakyatnya untuk memperjuangkan negara ini. Singkat kata, pihak Pemerintah Kolonial tidak ingin Indonesia merdeka.”
“Oh, begitu, ya, Paman,” ujar Ani.
“Iya, Ani. Tahu tidak? Sebelum diasingkan di sini, Bapak Proklamator kita itu juga sempat diasingkan di Ende Flores, lalu di pulau Bangka, bahkan beliau juga pernah ditahan di penjara Sukamiskin Bandung.” papar pamannya.
“Wah, Pak Soekarno tegar sekali dahulu, ya, Paman?” tanggap Ani.
“Tentu saja! Beliau dan pahlawan lainnya telah berkorban dan berjuang keras demi memerdekakan Indonesia. Maka kita harus selalu menghargai jasa pahlawan kita.”
Ani mengangguk takzim mendengar kata-kata Paman Lamhot. Ia kembali memandangi keindahan Danau Toba di hadapannya dan bersyukur atas karunia Tuhan yang begitu besar. *
[su_note note_color=”#FF9″]
Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Dwi Ayu Lestari
Pendongeng: Kang Acep (youtube: acepyonny)
Ilustrasi: Regina Primalita
[/su_note]