[su_audio url=”http://advisual.kompas.id/nusantara-bertutur/audio/pahlawan-masa-kini.mp3″]
Di dalam kamar, Adi seorang murid kelas lima sebuah sekolah dasar di Kota Yogyakarta sedang bingung memikirkan tugas sekolahnya. Tadi sebelum pulang sekolah, Bu Guru Ani, guru mata pelajaran Sejarah memberikan tugas menulis dengan tema “Sosok Pahlawan Masa Kini” untuk murid-murid kelas lima.
“Kira-kira, siapa yaa, sosok pahlawan masa kini itu?” gumam Adi dalam hati. Tiba-tiba Adi lalu berjalan keluar dari kamarnya, “Tanya Ayah saja, akh…”
Di ruang tengah, Adi menghampiri ayahnya yang sedang seksama menyaksikan siaran berita di televisi tentang evakuasi korban dan pencarian badan pesawat Lion Air JT160 yang jatuh di laut Tanjung Karawang, Jawa Barat, oleh tim SAR dari Basarnas (Badan SAR Nasional).
Karena didorong rasa ingin tahu, Adi pun kemudian ikut menyaksikan siaran berita tersebut.
“Ada apa, Adi?” tanya sang ayah mendapati Adi yang tampak duduk dengan serius di sampingnya.
“Tim SAR hebat ya, Ayah?” jawab Adi.
“Iya, Tim SAR telah berjuang keras, gigih dan tekun mencari dan mengevakuasi para korban di tengah laut dan juga serpihan-serpihan pesawat. Mereka bekerja tanpa pamrih demi kepentingan orang banyak,” jelas sang ayah.
Tiba-tiba terbersit ide di kepala Adi. Lalu Adi bergegas kembali ke kamarnya.
Keesokan harinya di sekolah, ketika jam mata pelajaran Sejarah telah tiba,
“Adi,” panggil Bu Guru Ani. Adi pun berjalan ke depan kelas. Lalu Adi membacakan hasil tugasnya.
“Dahulu, sosok pahlawan itu adalah mereka yang berani mengusir penjajah untuk perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Tapi kini, sosok pahlawan adalah mereka yang mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingannya sendiri. Salah satunya adalah Tim SAR dari Basarnas. Mereka bekerja keras pagi siang dan malam untuk mencari badan pesawat yang jatuh dan meng-evakuasi para korban. Mereka bekerja tanpa kenal lelah, bahkan ada yang gugur ketika menjalankan tugasnya,” papar Adi membacakan tugasnya.
Bu Guru Ani dan seluruh murid di kelas lima pun bertepuk tangan.
Sepulang dari sekolah, Adi menemui ayahnya. “Ayah, Adi dapat nilai tertinggi dari Bu Guru,” kata Adi sambil memperlihatkan selembar kertas tugas sekolahnya kepada ayahnya.
“Adi pintar. Ini baru namanya anak Ayah. Selamat ya,” sahut ayah Adi sambil mencium pipi kiri dan kanan anaknya itu. Adi tersipu malu. *
[su_note note_color=”#FF9″]
Penulis: Heru Prasetyo
Pendongeng: Kang Acep
Ilustrasi: Regina Primalita
[/su_note]