Setiap 1 Menit, 2 Orang Meninggal karena Hepatitis, Ini Upaya Menangkisnya

by bkrismawan

Di seluruh dunia, setiap satu menit dua orang meninggal karena hepatitis B. Upaya meningkatkan kewaspadaan orang tentang penyakit ini pun terus dibangun. Salah satu caranya, memperingati Hari Hepatitis Dunia pada 28 Juli.

Tiap keluarga dengan anggota yang mengalami hepatitis punya kisah dan perjuangannya sendiri. Situs web www.hepb.org merangkum cerita-cerita itu untuk disebarkan kepada khalayak luas. Untuk membangun kesadaran sekaligus harapan.

Xuan, seorang gadis asal Vietnam yang tinggal di Amerika Serikat, menceritakan bagaimana ayahnya didiagnosis hepatitis B. Ia memulai dengan ingatannya tentang ruang praktik dokter. Putih dan bersih, dengan gambar-gambar bagian dalam perut dan hati dipajang di temboknya. Di ruangan itu, sang dokter menatap Xuan dan ayahnya sebelum berbicara kepada mereka.

“Waktu itu aku baru berusia 12 tahun dan mencoba menerjemahkan perkataan dokter dari bahasa Inggris ke bahasa Vietnam tentang penyakit hati ayahku. Kedua orangtuaku berasal dari Vietnam, dengan layanan kesehatan yang terbatas. Mereka pindah ke Amerika tidak dalam waktu bersamaan. Di ruang praktik dokter hari itu, segalanya menjadi lebih sulit ketika kami mengetahui ayahku mengidap hepatitis B. Tapi ayahku berkata jangan khawatir. Ia mendapat pengobatan. Kini aku menjadi relawan untuk pasien-pasien hepatitis B. Setiap hari aku melihat pasien baru yang ketakutan dan kebingungan. Tapi dengan cukup pengetahuan, kita akan bisa mengatasinya,” tutur Xuan dalam sebuah video pendek.

Jenis hepatitis

Hepatitis terbagi atas beberapa jenis, yaitu hepatitis A, B, C, D, dan E. Dari jenis-jenis tersebut, yang paling banyak menyebabkan kematian adalah tipe B dan C. Hepatitis B dan C adalah infeksi liver kronis yang kerap tidak menunjukkan gejala dalam waktu yang panjang, bahkan dalam rentang tahunan. Setidaknya 60 persen kasus kanker hati disebabkan deteksi hepatitis B dan C yang terlambat.

Hepatitis virus B dan C pun menjadi salah satu masalah besar dunia kesehatan. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ini menjangkiti 300–400 juta orang di seluruh dunia dan setiap tahunnya menyebabkan 1,34 juta kematian.

Seperti dilansir Kementerian Kesehatan pada 2016, di wilayah Asia Tenggara diperkirakan 100 juta orang hidup dengan hepatitis B kronis dan 30 juta orang hidup dengan hepatitis C kronis. Setiap tahunnya, di wilayah ini terdapat 1,4 juta kasus baru hepatitis B dan 300 ribu kematian karena penyakit ini. Sementara itu, ada 500 ribu kasus baru hepatitis C dengan 160 ribu kematian.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi hepatitis B adalah 7,2 persen—yang waktu itu setara dengan kira-kira 18 juta orang. Sementara itu, hepatitis C terjadi pada sekitar tiga juta orang. Data ini pun bisa jadi fenomena gunung es; di luar ini kasus yang tidak tercatat jauh lebih banyak.

Kenali dini

Pada sebagian besar kasus, hepatitis B dan C terlambat diketahui karena biasanya tidak menunjukkan gejala yang spesifik pada awal seseorang terinfeksi. Atau, gejala tersebut terlalu menyerupai penyakit umum yang kerap dianggap enteng, misalnya demam, mual, muntah, nyeri sendi dan otot, serta diare.

Ketika organ hati sudah mulai terserang, tanda-tanda lain baru akan muncul, antara lain urine berubah warna menjadi gelap, mata dan kulit berwarna kekuningan, rasa kelelahan yang amat sangat, mual, muntah, dan nyeri perut.

Hepatitis B ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lain yang terinfeksi, seperti sperma dan cairan vagina. Penularan bisa juga dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Sementara itu, orang bisa terinfeksi hepatitis C jika mengalami kontak dengan darah pasien. Cara penularan yang paling umum adalah melalui jarum suntik.

Untuk mencegah infeksi hepatitis B (juga hepatitis A), pemberian vaksin dapat menjadi langkah dini yang paling efektif. Sayangnya, sampai saat ini vaksin untuk hepatitis C belum ditemukan.

Hal penting lainnya adalah memeriksa riwayat keluarga. Jika Anda berasal dari garis keturunan yang pernah memiliki rekam jejak hepatitis, ada baiknya sesekali melakukan tes laboratorium. Dengan begitu, risiko terinfeksi hepatitis dapat ditangkis. [*/NOV]

Artikel ini terbit di Harian Kompas 27 Juli 2018.

Share to

Artikel Menarik Lainnya