Satu Hari Menjelajahi Tokyo, Ibu Kota Jepang yang Penuh Cerita

by bkrismawan

Perjalanan menyusuri Kota Tokyo, Jepang, kerap menyisakan cerita seru untuk dibagikan. Kota yang dengan sempurna memadukan modernitas dan tradisi ini punya banyak sisi menarik. Langkah bergegas pekerja kantoran seperti dikejar kesibukan; aktivitas dengan ritme cepat di stasiun, terutama pada pagi dan petang; hingga hal-hal unik lain yang membuat kita tersenyum atau mengernyitkan dahi. Belum lagi sajian kuliner, yang membuat kita ingin mencicipi lagi dan lagi.

Tokyo yang juga kondang dengan gaya street fashion di kalangan anak-anak mudanya memang tak cukup dieksplorasi hanya sehari. Namun, kalau memang terpaksa karena keterbatasan waktu, beberapa tempat berikut ini bisa jadi opsi.

Tsukiji

pasar tsukiji

Awali hari di Pasar Tsukiji atau Tsukiji Fish Market, pasar grosir ikan terbesar di dunia. Ada juga buah dan sayur yang diperjualbelikan. Namun, seperti namanya, produk-produk hasil laut yang mendominasi.

Bukan cuma pasar, di Tsukiji Fish Market juga ada banyak kedai makanan dan restoran yang buka pada pagi hari untuk mereka yang ingin sarapan. Pada pertengahan April kemarin, kedai-kedai tersebut tampak ramai pengunjung. Banyak wisatawan dari berbagai negara datang dan rela agak berdesakan untuk mencicip sajian makanan laut dan bermacam camilan. Gerimis yang sesekali mengguyur mewarnai aktivitas pagi itu.

Menurut kabar, pasar yang dirintis sejak zaman Edo dan diresmikan pada 2 Februari 1935 ini akan dipindahkan ke Pasar Toyosu, Koto, pada Oktober 2018.

Shibuya

Kawasan Shibuya menyisakan salah satu sudutnya bagi Hachiko, patung anjing setinggi setinggi 5,5 meter yang dipajang di depan Stasiun Shibuya. Cerita di baliknya membuat patung tersebut ramai dikerubungi wisatawan yang sekadar ingin berfoto.

Setelah film Hachi: A Dog’s Tale yang dibintangi Richard Gere tayang, nama Hachiko semakin melambung. Hidup pada 1923–1935, dia adalah anjing kesayangan milik Hidesaburo Ueno, seorang profesor di Universitas Tokyo.

Seperti diceritakan dalam film tersebut, Hachiko selalu menunggu kepulangan tuannya di Stasiun Shibuya. Hingga suatu hari, sang profesor meninggal saat mengajar di kampus dan jenazahnya langsung dipulangkan ke kampung halamannya di luar Kota Tokyo. Hachiko yang tidak mengetahuinya terus menunggu kepulangan Ueno setiap hari selama hampir 10 tahun. Sebagai kenangan akan kesetiaan Hachiko, sebuah patung pun dibuat.

Kompas pada Juli 2015 mencatat, patung perunggu itu dibuat pada April 1934. Saat peresmian, Hachiko yang masih hidup sempat hadir. Setelah Perang Dunia II atau tahun 1948, patung itu didaur ulang oleh anak pematung pertama.

Tidak hanya di Shibuya, patung Hachiko ada di kampung Hachiko di Prefektur Akita: satu di luar Stasiun Odate, satu lagi di depan Museum Anjing Akita. Di samping makam tuannya di Aoyama, ada juga monumen Hachiko.

Selagi di Shibuya, sempatkan waktu untuk berdiri di perempatan Shibuya. Terutama bagi yang gemar memotret, banyaknya orang yang lalu lalang di tempat ini bakal jadi subyek foto yang menarik. Jika memungkinkan, gunakan tripod mainkan teknik long exposure agar ada efek “gerak” dalam foto yang dihasilkan.

Belum lagi, tempat yang sempat “mejeng” dalam Lost in Translation yang dibintangi Bill Murray dan Scarlett Johansson ini juga ramai dengan kilau lampu dari papan iklan, menambah kaya pengalaman visual di tempat tersebut.

Harajuku

Bagi yang hobi belanja, Harajuku yang dikenal sebagai tempat asal budaya populer itu bisa dimasukkan dalam daftar kunjungan. Bermacam produk busana, terutama mode Jepang, bisa dengan mudah didapatkan dengan harga yang relatif terjangkau.

Kalau tidak ingin berbelanja, bisa mencicipi makanan atau menghabiskan waktu di kafe-kafe, yang sebagian mengusung konsep unik. Seperti dog cafe, yang memungkinkan pengunjung bisa bermain dengan anjing-anjing lucu yang ada di kafe tersebut.

Ginza

foto ginza

Kalau belum puas belanja di Harajuku, Ginza bisa jadi tempat tujuan berikutnya. Di kawasan perdagangan dan perbelanjaan ini juga terdapat beberapa tempat yang menawarkan ruang untuk nongkrong sejenak sambil menikmati kesibukan di kawasan tersebut.

Misalnya di Ramo Frutas Cafe, yang memungkinkan kita bisa melihat kesibukan Ginza dari atas. Termasuk melihat Ginza Wako, gedung tertua di kawasan tersebut. Dicirikan dengan menara jam di bagian atas, gedung yang menempati lokasi strategis ini juga menjadi simbol Ginza.

Odaiba

Menutup perjalanan di Tokyo, lengkapi pengalaman kuliner di Gyukatsu Motomura yang bisa ditemui di Shinjuku dan Shibuya. Dengan harga paling murah sekitar Rp 160 ribu, ini adalah daging katsu setengah matang dengan rasa gurih dan tekstur yang sangat lembut. Setiap orang yang hendak makan disodori tempat memanggang. Pelanggan memasak daging hingga tingkat kematangan yang sesuai keinginan.

Akhirnya, tenangkan diri di Odaiba. Ini adalah pulau buatan yang dibangun pada zaman Edo dan ditujukan sebagai tempat bertahan jika ada serangan musuh dari laut. Wajar kalau nama wilayah ini diambil dari kata “daiba” yang artinya benteng.

Odaiba yang dengan pusat Kota Tokyo dihubungkan dengan Rainbow Bridge menjadi salah satu destinasi yang tepat, baik bagi yang ingin sejenak lepas dari hiruk-pikuk Kota Tokyo maupun yang ingin berburu foto malam hari sebelum melanjutkan perjalanan esok hari. [ASP]

foto Antonius SP.

Share to

Artikel Menarik Lainnya