Malang bukan hanya tempat untuk sekadar rehat, tetapi juga museum hidup untuk menelusuri jejak masa lalu. Khususnya, menggali kembali masa kejayaan Kerajaan Singasari. Kini, sisa kejayaan Kerajaan Singasari bisa kembali ditelusuri di empat situs berikut.
 Sejarah Kabupaten Malang tak bisa dilepaskan dari jejak Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari didirikan pada 1222 oleh Ken Arok yang berhasil merebut Ken Dedes, setelah membunuh suaminya, Tunggul Ametung.
Singasari kemudian berkembang menjadi wilayah subur yang disokong pertanian yang dikembangkan di sepanjang Kali Brantas. Kertanegara, penerus Kerajaan Singasari, pun berhasil mengukuhkan diri di lautan dengan armadanya yang kuat. Di bawah Kertanegara, Singasari menguasai jalur perdagangan di lautan Jawa dan Sumatera.
Kekuatan dan kekuasaan Singasari ini santer terkenal sampai membuat Kubilai Khan, penguasa dari Mongolia, mengirim utusan untuk menyampaikan permintaan agar Kertanegara mau tunduk terhadapnya. Jawaban Kertanegara? Ia memotong salah satu telinga utusan itu yang mengartikan ia tak akan mau tunduk dengan permintaan itu. Ini dia peninggalan candi dari Kerajaan Singasari.
1. Candi Singasari
Terletak di Jalan Kertanegara, Desa Candirenggo, Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang. Berjarak sekitar 10 kilometer dari Malang, candi ini dibangun pada 1304 sebagai tempat penghormatan bagi Kertanegara.
Bangunan dasarnya masih kokoh dan memperlihatkan keindahan seni ukir para seniman di masa lalu. Salah satunya hiasan Kepala Kala atau Banaspati (raja hutan) di ambang atas pintu masuk beberapa ruangan. Hiasan Muka Kala ini disebut Kirttimuka, yaitu muka untuk tempat suci yang menurut Kitab Skandapurana—salah satu kitab suci Hindu—diperintah oleh Dewa Siwa untuk melindungi tempat-tempat sucinya.
Namun, banyak ditemui hiasan candi yang belum selesai.. Hal ini menunjukkan bahwa Candi Singasari ditinggalkan ketika belum selesai dikerjakan sepenuhnya. Diperkirakan, hal itu terjadi karena Kerajaan Singasari harus menghadapi serangan dari Raja Jayakatwang dari Kerajaan Gelang-gelang, yang akhirnya memenangi pertarungan.
2. Candi Jawi
Terletak di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa Candi Jawi didirikan sebagai perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, sebagai tempat beribadah bagi pemeluk agama Syiwa-Buddha.
Salah satu keunikannya adalah material batu yang digunakan untuk membangun candi ini. Dari bagian kaki hingga selasar menggunakan batu gelap, sementara tubuh candi menggunakan batu putih. Bagian atapnya menggunakan campuran batu berwarna gelap dan putih.
3. Candi Jago
Dibangun pada 1268, candi ini terletak di Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi ini dibangun sebagai penghormatan kepada Raja Wisnuwardhana, raja Singasari yang keempat, dan tempat penyimpanan abu jenazahnya.
Dalam kitab sastra kuno Negarakertagama, candi ini sebenarnya bernama Jajaghu dan diperkirakan diresmikan pada 1280. Jajaghu adalah sebutan untuk tempat suci yang dapat diartikan keagungan.
Candi Jago ini pun menampilkan elemen kepercayaan yang dianut oleh Raja Wisnuwardhana, yaitu Syiwa Buddha. Agama Syiwa Budha ini merupakan paduan agama Hindu-Buddha yang banyak dianut dan berkembang pada masa kejayaan Singasari. Dinding candi menampilkan relief yang dipahat secara simbolis dalam bentuk wayang (relief datar), ada yang memuat ajaran Buddha seperti relief cerita tantri atau binatang, dan ada relief yang memuat ajaran Hindu seperti relief cerita Arjuna Wiwaha (Mahabarata).
Untuk melihat jalan cerita relief-relief di Candi Jago ini, caranya dengan berjalan memutarinya berlawanan arah jarum jam.
4. Candi Kidal
Berjarak 11 kilometer dari Candi Jago, terdapat Candi Kidal yang dibangun pada 1260. Tepatnya terletak di Desa Kidalrejo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Ya, nama candi ini diserap dari nama desa tempatnya berada.
Candi ini dibangun sebagai tempat penghormatan bagi Raja Singasari yang kedua, yaitu Raja Anusapati, yang semasa pemerintahannya membawa Singasari dalam keadaan sejahtera dan aman. Anusapati tak lain adalah putra Ken Dedes dan Tunggul Ametung.