Tahun ini, total pasar proyek konstruksi Indonesia diprediksi mencapai Rp 451 triliun. Sebanyak 65 persen di antaranya merupakan pekerjaan sipil dan 35 persen lainnya merupakan pekerjaan bangunan atau gedung. Melihat potensi tersebut, bisnis konstruksi di Indonesia diprediksi akan semakin memelesat pada tahun-tahun mendatang.
Bicara konstruksi, salah satunya tentu melibatkan pekerja ahli di dalamnya yang biasa disebut handyman atau tukang. Di luar negeri, profesi ini memiliki prestise tersendiri dengan upah yang layak.
Mengutip laman indeed.com, dari data 9.205 gaji yang dilaporkan, rata-rata gaji tukang di Amerika Serikat mencapai 16,11 dollar per jam atau sekitar Rp 240 ribuan. Namun, bagaimana dengan di Indonesia?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan untuk upah buruh bangunan (tukang bukan mandor) per hari rata-rata upah nominal pada Maret 2018 dibandingkan Februari 2018 mengalami kenaikan sebesar 0,29 persen. Nominalnya naik dari Rp 85.632 menjadi Rp 85.888.
Walaupun mengalami kenaikan, upah tersebut masih belum masuk kategori layak. Padahal, profesi tukang merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus. Sayangnya, belum banyak tukang yang memiliki sertifikat keahlian di Indonesia.
Imaji
Dilansir Kompas.com, dari sekitar 8,1 juta tenaga kerja konstruksi di Indonesia yang tercatat pada 2017, hanya ada 365.471 orang yang memiliki kualifikasi ahli. Dalam hal ini, mereka adalah lulusan diploma akademi atau sarjana dari perguruan tinggi.
Sementara itu, jumlah tenaga kerja terampil ada sekitar 1,7 juta, terdiri atas 1,11 juta lulusan SMA dan 675.669 lulusan SMK. Adapun tenaga kerja tanpa keahlian mayoritas hanya lulusan SD yaitu 3,94 juta dan lulusan SMP 2,03 juta.
Selain kendala sertifikasi, profesi tukang di Indonesia juga masih kerap dipandang sebelah mata. Imaji seorang tukang diidentikkan dengan pekerjaan yang serabutan. Ketika bekerja, para tukang kerap tampil tanpa menggunakan baju, tidak menggunakan alas kaki, merokok, hingga tak menggunakan alat pengaman yang memadai.
Imaji seperti ini sudah saatnya diperbaiki. Seorang dengan keahlian tertentu sudah selayaknya diberikan penilaian dan upah yang lebih layak. Hal ini diamini oleh CEO Tukang.com Aziz Hartanto. Menurut Aziz, tukang itu sebenarnya seorang profesional yang ahli. Namun, karena mereka berperilaku dan berpakaian apa adanya turut membentuk opini tentang tukang di masyarakat.
“Marketplace” e-konstruksi
Untuk menaikkan derajat profesi tukang, Aziz mendirikan Tukang.com, aplikasi marketplace yang mempertemukan antara pemilik properti dan penyedia jasa konstruksi. Didirikan tahun 2015, layanan Tukang.com mencakup mekanikal elektrikal, bangunan, interior, lanskap, hingga desain. Layanan ini tersedia di lingkup Jabodetabek.
Aziz menerangkan, Tukang.com adalah marketplace e-konstruksi bangunan sekaligus aplikasi manajemen proyek. Aziz berharap aplikasi ini bisa menjadi ekosistem yang merangkul semua, mulai dari brand material, vendor, mitra, finance, hingga financial project.
Hingga September 2018, total mitra yang tergabung dengan Tukang.com sudah mencapai 2.000-an orang. Mereka terdiri atas vendor (kontraktor dan spesialis) sebanyak 800 dan worker (tukang) sebanyak 1.300.
Untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, tukang yang tergabung di Tukang.com diberikan berbagai macam pelatihan baik produk maupun softskill. Aziz menuturkan, contoh soft skill yang diberikan mulai dari bagaimana cara berkomunikasi dengan konsumen, baik SMS, telepon, maupun saat bertemu, hingga menjalankan standard operating procedure (SOP) dari Tukang.com.
“SOP yang kami berikan antara lain pemahaman bahwa ketika bekerja, tukang dilarang untuk membuka baju, harus menggunakan celana panjang, sepatu, dan tidak boleh merokok. Kami mengedukasi bahwa seorang tukang itu pakaiannya harus rapi dan peralatannya lengkap. Hal ini akan ikut menaikkan standar profesi tukang di mata masyarakat,” ujar Aziz.
[su_youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=-rPNZs_Ltcg” width=”640″ height=”480″ autoplay=”yes”][su_youtube url=”https://www.youtube.com/watch?t=17&v=fW-GgbZjC68″ width=”620″ autoplay=”yes”][/su_youtube]
Menurut Co-founder sekaligus COO Tukang.com Fajar Rizki, mereka juga memberikan edukasi kepada tukang agar menggunakan parfum sebelum berangkat ke lokasi. Di luar negeri, hal ini sudah biasa dilakukan. Oleh sebab itu, derajat tukang di sana cukup terpandang di masyarakat.
Selain mengangkat derajat profesi tukang, Tukang.com juga memberikan kemudahan terhadap konsumen yang membutuhkan jasa konstruksi. Saat ini, Tukang.com memiliki 354 total proyek dengan total nilai proyeknya mencapai Rp 4.166.128.516.
Kelebihan
Dibandingkan menggunakan jasa tukang konvensional, layanan ini menawarkan beberapa kelebihan. Pertama yaitu adanya kontrak yang sifatnya paperless. Hal ini membuat konsumen dan vendor sama-sama terlindungi dalam kontrak yang ada di aplikasi.
Kedua yaitu adanya asuransi. Banyak kejadian terjadi kecelakaan kerja ketika tukang sedang bekerja di rumah. Ketika hal ini terjadi, penyewa jasa tukang biasanya harus bertanggung jawab menanggung biaya pengobatan. Jika memesan tukang via Tukang.com, hal ini tak perlu terjadi karena semua tukang sudah dilindungi oleh asuransi hingga maksimal Rp 25 juta. Asuransi ini berlaku mulai dari mereka berangkat ke lokasi hingga order selesai dikerjakan.
Ketiga, adanya jaminan. Ketika menggunakan tukang konvensional borongan, kadang terjadi pekerjaan belum selesai, sedangkan dana sudah habis terpakai. Nah, di Tukang.com, hal tersebut tak akan terjadi karena proyek dijamin hingga selesai.
Jaminan lain yang diberikan yaitu jaminan hasil. Fajar menuturkan jika ternyata hasil pekerjaan kurang baik, misalnya masih ada kebocoran, tukang akan kembali datang untuk memperbaiki tanpa dikenakan biaya. Untuk proyek dengan nilai di bawah Rp 10 juta, jaminannya 7 hari, sedangkan untuk proyek di atas 100 juta, jaminannya hingga 90 hari.
Menariknya, serupa dengan sistem penilaian yang biasa dijumpai di ojek daring, Tukang.com juga menyediakan sistem penilaian. Untuk jasa tukang perorangan, konsumen bisa memberikan penilaian berdasarkan dua hal, yaitu kesopanan dan keahlian. Sementara itu, untuk proyek borongan seperti jasa kontraktor, konsumen bisa mengisi tiga penilaian, yaitu biaya, mutu, dan waktu.
“Kami harap pekerja-pekerja ahli di Indonesia bisa mendapatkan upah yang layak dan pengakuan yang sesuai dengan keahlian. Kami ingin mengubah permainan di bidang konstruksi,” pungkas Aziz. [*/INO]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 23 Oktober 2018.