Garuda Wisnu Kencana, Cermin Kebesaran Bangsa

by bkrismawan

Sejak digagas pada 1989 oleh Nyoman Nuarta bersama Direktur Jenderal Pariwisata Joop Ave (1982–1988), patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) digadang-gadang bisa menjadi ikon bagi dunia pariwisata di Indonesia, khususnya Bali. Kini, setelah selesai dibangun pada Agustus 2018 dan diresmikan Sabtu (22/9/2018) oleh Presiden Joko Widodo, patung raksasa setinggi 121 meter ini juga menjadi cermin kebesaran bangsa dan simbol pentingnya pemeliharaan persatuan dan kesatuan Nusantara dengan budaya yang sangat beraneka ragam.

Bertema “Merajut Indonesia Esa”, peresmian patung GWK antara lain dihadiri oleh Menko Kemaritiman Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Gubernur Bali Wayan Koster, presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, dan Presiden Komisaris PT Garuda Adhimatra Indonesia Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma.

Foto-foto: Iklan Kompas/Antonius SP.

Membuka acara peresmian, Nyoman Suwisma mengatakan, “Sekali dalam sejarah, suatu bangsa yang besar membuat mahakarya dan saat inilah Indonesia membuktikan.”

Selain bisa menjadi kebanggaan Indonesia dan maknanya dapat diwariskan ke generasi mendatang, Nyoman Suwisma juga berharap patung ini bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat dan memberikan dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan.

Sementara itu, dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo mengatakan selesainya patung GWK tidak hanya membanggakan masyarakat Bali, tapi juga Indonesia. Pasalnya, ini membuktikan bahwa sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia tidak hanya mewarisi karya besar dari peradaban masa lalu yang sangat indah dan mengagumkan dunia seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Namun, pada era kekinian, bangsa Indonesia juga bisa berkarya, bisa berkreasi untuk membangun peradaban, melahirkan mahakarya baru.

Presiden juga melihat bahwa di balik kemegahan patung ini, ada satu hal yang bisa jadi inspirasi kita semua. Inspirasi tersebut yakni karya besar dimulai dari keberanian untuk mempunyai gagasan-gagasan besar, keberanian untuk memiliki mimpi besar, keberanian lakukan lompatan besar.

“Tanpa keberanian, maka akan sulit lahir karya-karya besar. Oleh karena itu, saya melihat patung ini tidak hanya akan jadi ikon budaya Bali atau ikon pariwisata Indonesia, tapi jadi tapak sejarah bahwa bangsa kita mampu melahirkan karya-karya besar jika kita berani memulai dengan ide besar,” kata presiden.

Pengembangan

Peresmian patung GWK antara lain menampilkan 300 penari yang membawakan tarian daerah gubahan Prof Dr I Made Bandem, seorang penari, artis, penulis, dan pengajar asal Bali yang dikenal juga sebagai “Joe Papp dari Bali”.

Acara peresmian juga dimeriahkan penampilan Putri Ayu, Duta Cinta, pertunjukan laser, dan kembang api.

Kemeriahan dan kemegahan acara puncak peresmian Patung GWK menjadi tanda kesiapan kawasan GWK Cultural Park yang diproyeksikan Alam Sutera untuk menjadi tempat penyelenggaraan multi event berskala internasional.

Selanjutnya, Alam Sutera Group berkomit­men untuk melanjutkan pemba­ngunan kawa­san GWK Cultural Park yang mencapai 60 hektar. Untuk itu, berbagai pembenahan dan serangkaian proses teknis dan nonteknis dilakukan oleh Alam Sutera Group bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menuntaskan pembangunan kawasan GWK Cultural Park sebagai kawasan wisata budaya terbaik di Indonesia.

Komisaris Utama PT Alam Sutera Realty Tbk Haryanto Tirtoadiguno mengatakan, sejak awal, pihaknya memang fokus pada pemba­ngu­nan patung GWK karena ini adalah yang ditunggu oleh masyarakat selama lebih dari 20 tahun. Selanjutnya, setelah pembangunan patung rampung, pihaknya akan fokus pada pembangunan fasilitas yang mendukung fungsi kawasan tersebut sebagai taman budaya.

“Sekarang kita harus buat fasilitas supporting sehingga para pengunjung, turis, dan lain sebagainya merasakan kenyamanan dan pengalaman yang memorable buat mereka. Itu supporting yang kita fokuskan,” kata Haryanto.

GWK Cultural Park dirancang secara komprehensif dan direncanakan akan dileng­kapi berbagai fasilitas pariwisata, pusat budaya, taman, balai pertemuan, restoran, hotel dan area parkir yang dapat diakses banyak orang. [ASP]

dokumen Alam Sutera.

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 27 September 2018.

Share to

Artikel Menarik Lainnya