Nama HR Rasuna Said mungkin tidak asing di telinga. Perempuan asal Minang ini diabadikan menjadi nama jalan di berbagai provinsi Indonesia, salah satunya ada di Jakarta. Jalan HR Rasuna Said membentang dari Menteng, Jakarta Pusat sampai Mampang, Jakarta Selatan. Walaupun terkenal sebagai nama jalan, masih banyak yang belum mengetahui kiprahnya. Bahkan, masih banyak orang tak mengira Rasuna Said adalah seorang perempuan.
Hajjah Rangkayo Rasuna Said terlahir di Maninjau, Sumatera Barat, pada 14 September 1910. Lahir dari keturunan bangsawan tak membuatnya melupakan bangsanya. Memiliki pendidikan dari pesantren, Rasuna kecil tumbuh menjadi seorang perempuan yang mempunyai visi untuk memajukan pendidikan kaum perempuan.
Perempuan minang ini memiliki ketertarikan di bidang politik, selain pendidikan. Menurut Rasuna Said, memajukan perempuan tidak hanya melalui pendidikan, tetapi juga politik. Perjuangan politiknya dimulai saat beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris. Setelah itu, dia bergabung di Persatuan Muslim Indonesia.
Dia mendirikan sekolah Thawalib di Padang dan dikenal sebagai orator ulung. Kebanyakan pidatonya menyinggung penindasan pemerintah Belanda pada 1930. Ketajaman kritik itu membuatnya sempat ditangkap dan dipenjara pada 1932. Dia menjadi perempuan pertama Indonesia yang terkena hukum Speek Delict, hukum kolonial Belanda yang menyatakan seseorang bisa dihukum karena berbicara menentang Belanda.
Sang jurnalis
Kemampuan orasinya diimbangi dengan menulisnya yang tajam. Selepas dari penjara, dia tak berhenti berjuang. Dia didapuk menjadi pemimpin redaksi Majalah Raya pada 1935. Namun, karena ruang geraknya dipersempit Belanda dan tidak ada dukungan dari sejawat organisasinya, dia memilih pindah ke Medan, Sumatera Utara.
Di situ, dia menerbitkan majalah mingguan Menara Poeteri yang membahas seputar pentingnya peran perempuan, kesetaraan dengan pria, dan keislaman. Dia mengurus rubrik Pojok dan sering menggunakan nama samaran, Seliguri, yang konon merupakan nama bunga.
Sayangnya, majalah ini tidak berumur panjang. Masalah biaya langganan yang tidak dibayarkan oleh pelanggan membuat majalah ini mandek beroperasi. Konon, hanya 10 persen pembaca majalah yang membayar tagihan.
Andil penting
Rasuna Said merupakan salah satu dari sedikit tokoh perempuan yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia. Dia bergabung dengan Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan menjadi anggota Komite Nasional Indonesia mewakili Sumatera Barat.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta mendirikan organisasi pemuda Nippon Raya di Padang. Namun, organisasi ini akhirnya dibubarkan pemerintah Jepang. Rasuna Said pun bersama Khatib Sulaiman aktif memperjuangkan dibentuknya barisan Pembela Tanah Air (Peta), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia.
Dirinya juga pernah menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat. Jabatan terakhirnya, dia menjabat Dewan Pertimbangan Agung.
Soekarno pernah mengundangnya untuk menjadi penengah ketegangan dengan Achmad Husein dan Sjafruddin Prawiranegara. Konon, Bung Karno ingin meyakinkan bahwa gerakan PRRI yang dipimpin oleh mereka berdua tidak akan berhasil.
Rasuna Said diundang karena menjadi contoh pejuang yang tetap mendukung tegaknya republik yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pada 13 Desember 1974 melalui surat keputusan presiden dirinya diberi gelar pahlawan. HR Rasuna Said dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan namanya abadi.