Ada ungkapan lama, “Uang bukanlah segalanya, tetapi kebahagiaan saja takkan mampu menghalau rintangan.”
Kita punya tujuan yang bisa diwujudkan dengan bantuan uang, entah itu mengenyam pendidikan, menyekolahkan anak, ataupun berlibur di kaki Himalaya. Berinvestasi menjadi salah satu jalan yang membantu mencapai tujuan itu.
Setidaknya ada dua cara menghasilkan uang di dunia modern ini, dengan bekerja—baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain—dan memiliki aset yang bekerja untuk kita. Barangkali kita pernah mempertimbangkan, lebih baik menabung atau berinvestasi. Tentu keduanya harus dilakukan; simpanan diperlukan untuk tujuan pengeluaran jangka pendek dan kebutuhan darurat. Namun, jika hanya menyimpan uang, kita tak akan memiliki aset.
Ada beberapa hal yang bisa menguatkan alasan untuk berinvestasi. Pertama, melindungi diri dan aset dari inflasi. Jika Anda menabung selama beberapa tahun, bunga tabungan tak akan mampu melampaui inflasi. Jika uang tunai itu tak bisa mengejar inflasi, nilai relatifnya turun dan begitu pula dengan daya belinya. Berinvestasi bisa menyiasati hal ini, mencegah nilai aset Anda turun dalam beberapa tahun ke depan.
Investasi juga dapat menjadi tabungan untuk masa pensiun kelak. Meski mungkin Anda tak memutuskan untuk benar-benar berhenti bekerja di usia 60-an tahun, dana hasil investasi ini bisa menjadi penghasilan pasif. Sesuai dengan toleransi personal Anda akan risiko, Anda bisa mempertimbangkan untuk mengambil investasi berisiko tinggi di usia muda untuk peluang imbal hasil lebih besar. Ketika semakin tua, Anda bisa lebih konservatif dengan investasi Anda.
Tak hanya menguntungkan diri sendiri, Anda juga dapat membantu orang lain lewat investasi Anda. Kini banyak investor yang menanamkan modalnya pada bisnis-bisnis rintisan, kegiatan seni, atau pendidikan. Hal ini mungkin membuat Anda merasa investasi ini juga bernilai lebih.
Langkah awal
Tak perlu menunggu sampai mapan untuk mulai berinvestasi. Selama Anda sudah bisa menyisihkan penghasilan sekitar 15 persen, dana ini bisa digunakan untuk menabung dan berinvestasi. Proporsinya bisa disesuaikan dengan kebutuhan Anda. Prioritaskan kebutuhan jangka pendek dan dana darurat, lalu alokasikan jumlah yang masuk akal bagi Anda untuk mulai berinvestasi.
Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan sebelum mulai berinvestasi. Pertama, profil risiko Anda dalam berinvestasi. Ada tipe konservatif yang cenderung menghindari risiko tinggi, tipe moderat yang dapat menoleransi sebagian risiko penurunan investasi, dan tipe agresif yang tidak segan mengambil risiko tinggi untuk profit yang optimal.
Kedua, lihat pula jangka waktu investasi. Pilihan investasi mesti disesuaikan dengan perkiraan waktu kapan kita ingin menggunakan hasil investasi itu. Ada investasi jangka pendek dengan waktu satu tahun, misalnya deposito, surat utang jangka pendek, dan repo (repurchase agreement). Untuk jangka menengah dengan rentang 1–5 tahun, ada Obligasi Ritel Indonesia (ORI), surat utang negara (SUN), dan reksadana. Jika ingin berinvestasi jangka panjang (lebih dari 5 tahun), Anda bisa mengalokasikan investasi pada saham, reksadana, unit link, atau tabungan emas. Pastikan pula legalitas lembaga dan produk investasi Anda.
Ketiga, tanamkan modal pada perusahaan tertentu juga menjadi opsi yang bagus. Untuk pemula, investasi ini bisa dimulai dengan yang relatif aman. Misalnya, berinvestasi pada perusahaan yang memproduksi kebutuhan-kebutuhan utama, seperti makanan. Kemungkinan gagalnya lebih kecil. Pastikan juga Anda berinvestasi di bidang yang sudah akrab dengan Anda. Kemudian, tidak usah terburu-buru mengharapkan imbal hasil dalam waktu singkat. Investasi memang tidak instan, tetapi dalam jangka panjang akan menguntungkan Anda. [*/NOV]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 7 Januari 2019.