[su_audio url=”http://advisual.kompas.id/nusantara-bertutur/audio/pahlawan-pangan.mp3″]
Tasya dan ayahnya berkunjung ke rumah eyang Tasya yang berlokasi di Desa Kuntili, Sumpiuh, Banyumas. Saat mobil yang mereka tumpangi sudah hampir sampai ke rumah eyang, tiba-tiba Tasya melihat keramaian manusia di area persawahan di sisi jalan.
“Ayah itu ada pertandingan apa? Kok ramai?” tanya Tasya penasaran.
“Itu bukan pertandingan, Tasya. Itu acara Gerakan Percepatan Tanam Padi Perdana,” jawab ayahnya sambil terus menyetir mobil.
Ayahnya lalu berkata lagi, “Ayo, Tasya! Kita mampir ke acara itu. Mungkin Eyang mu sedang di sana. Biasanya Eyang suka datang ke acara ini.”
Tasya dan Ayah akhirnya turun dari mobil mendekati tempat acara. Benar saja, ternyata ada Eyangnya Tasya di seputar lokasi acara, sedang memegang bibit padi.
“Eyang itu untuk apa?” tanya Tasya kemudian, setelah mencium tangan Eyangnya.
“Oh, ini bibit padi untuk ditanam, Tasya. Coba kamu lihat ke sana, semua orang sedang menanam padi,” terang Eyangnya.
“Ramai sekali, ya, Eyang?” tanggap Tasya.
“Iya Tasya. Para warga disini sedang mengikuti acara Gerakan Percepatan Tanam Padi Perdana. Ini untuk memperingati Hari Pahlawan. Dilakukan bersama-sama petani desa, dipimpin oleh pejabat dari Kementrian Pertanian dan Bupati Banyumas,” jelas Eyang.
Tasya mengangguk-angguk mendengarnya.
“Wah, bapak-bapak yang di sawah itu, berarti ada juga yang pejabat, juga, ya, Eyang? Kok mau yaa, mereka masuk ke sawah kotor-kotoran?” ujar Tasya kemudian.
Namun kali ini Ayahnya yang menjawab pertanyaan Tasya,
“Mereka semua berkegiatan di sawah itu, adalah untuk mengenang jasa para pahlawan kita, Nak. Para pahlawan kita dahulu, berjuang dan berkorban melawan penjajah untuk kemerdekaan Indonesia. Mereka tidak pernah takut mati. Nah, masa kita yang sekarang ini hidup dengan merdeka, takut dengan lumpur sawah?”
Tasya hanya manggut-manggut mendengarnya.
Tiba-tiba terdengar suara lantang dari alat pengeras suara. Ternyata itu adalah suara Bapak pejabat dari Kementerian Pertanian.
“Petani adalah pahlawan pangan. Kita harus mencintai petani dan menghargai jerih payah petani. Maka di Hari Pahlawan ini, kita ucapkan selamat kepada para petani sebagai Pahlawan Pangan Indonesia,” seru Bapak pejabat itu.
Tasya kini menjadi lebih terbuka wawasannya. Selama ini dibenak Tasya, yang namanya pahlawan hanyalah mereka yang berjuang melawan kaum penjajah. Ternyata sosok pahlawan bukan hanya itu.
“Jadi, sosok pahlawan itu, adalah seseorang yang rela berkorban demi kemajuan bangsa dan Negara-nya, ya, Ayah?” ujar Tasya kemudian pada Ayahnya. Ayahnya mengangguk.
Tasya kemudian mendekat ke area sawah, dan lalu menceburkan kedua kakinya di lumpur sawah. Rupanya ia ingin melihat lebih jelas, sosok para “pahlawan pangan” Indonesia itu. *
[su_note note_color=”#FF9”]
Penulis: Silfiyana Wahyuningsih
Pendongeng: Kang Acep
Ilustrasi: Regina Primalita
[/su_note]