Kelak kita akan sampai pada suatu masa yang memungkinkan di dalam dompet kita, tak ada selembar pun uang tunai. Transformasi itu kini sudah mulai berjalan. Selain dengan kartu debit dan kredit, pembayaran berbagai keperluan saat ini dapat dilakukan dengan menggunakan uang elektronik dalam rupa kartu maupun aplikasi di ponsel.
Berbelanja di supermarket, minum kopi di kafe-kafe, mentraktir teman, masuk jalan tol, hingga naik ojek atau taksi daring, bisa dibayar dengan uang elektronik. Masih banyak manfaat lain yang bisa diambil dengan membudayakan transaksi lewat jalur elektronik ini. Salah satunya, pengontrolan atas lalu lintas keuangan di negara ini menjadi jelas.
Bagi perbankan, transaksi nontunai memberi banyak keuntungan. Salah satunya kesadaran konsumen akan reputasi sebuah bank. Bila jumlah konsumen yang menggesekkan kartu kredit atau debitnya semakin tinggi, itu akan menambah volume penggunaan kartu sebuah bank. Kesadaran akan merek lalu berlipat ganda. Pada gilirannya akan memberi pengaruh baik pada kinerja sebuah bank.
Lewat transaksi nontunai, bank dapat mengusahakan pelayanan yang efisien kepada nasabah. Keuntungan lain, yakni menekan biaya penanganan uang tunai dan mengurangi ongkos operasional untuk kantor cabang.
Bank-bank besar dengan jaringan yang luas, sudah merasakan banyak keuntungan dari transaksi nontunai ini. Wajar bila saat ini mereka terus mendorong agar nasabahnya kian akrab dengan transaksi elektronik. Bank-bank besar itu juga kian gencar membidik transaksi-transaksi kecil tapi dilakukan begitu banyak orang di banyak tempat.
Transaksi nontunai tak hanya membuncitkan lumbung kas perbankan, sektor telekomunikasi pun turut kecipratan manisnya. Ini berkat pemanfaatan teknologi informasi dan komputer (TIK) dalam bertransaksi. Lihat di sekeliling kita, berapa banyak orang yang tampak mudah bertransaksi atau berkirim uang melalui ponselnya.
Transaksi nontunai dapat pula mempertajam taring pemberantasan korupsi. Praktisi hukum Todung Mulya Lubis pernah menulis catatan seputar transaksi nontunai. Ia berpendapat, melalui transaksi nontunai, seperti kartu ATM, debit, atau kredit, semua aktivitas perpindahan uang bisa dilacak. Hal itu pada gilirannya akan mempersulit ruang gerak para koruptor.
Dalam urusan pencatatan dan pengawasan pajak pun, transaksi nontunai juga amat membantu. Sebab, melalui teknologi yang saling terhubung, transaksi nontunai akan lebih mudah diakses oleh kantor pajak. Wajib pajak yang tak disiplin menyetorkan kewajibannya akan mudah dilacak. Dengan demikian, negara akan mengalami peningkatan pendapatan pajak secara signifikan. Hasil pembayaran pajak itu kemudian dipakai untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Transaksi nontunai ini juga dapat mengendus komplotan-komplotan yang melakukan kegiatan pencucian uang. Bila pemerintah mampu menjalankan kebijakan secara nasional di bidang transaksi nontunai ini, kejahatan keuangan termasuk kriminalitas dalam dunia perbankan dapat ditekan.
Harus aman
Di daerah yang belum begitu intim dengan cara membayar secara elektronik, budaya nontunai itu sebenarnya mulai diembuskan oleh para peritel waralaba. Dua merek minimarket waralaba hampir menjangkau seluruh desa di Tanah Air. Mereka menyediakan alat untuk menggesek kartu debit/kredit atau uang elektronik sebagai alat pembayaran.
Meski kegiatan berbelanja secara elektronik belum begitu populer dilakukan masyarakat pedesaan, tanpa disadari edukasi transaksi nontunai terus berjalan. Semisal, mesin ATM yang terdapat di sejumlah kantor kas bank di pedesaan dan gerai minimarket. Ini bisa diartikan sebagai ajakan untuk masyarakat desa agar mengakses bank. Pesannya, dengan membuka rekening di bank, simpanan menjadi lebih aman dan bisa diambil atau dipindahkan kapan saja lewat ATM.
Adapun atmosfer transaksi nontunai untuk masyarakat kelas menengah perkotaan, sering dihembuskan oleh department store yang menggelar promosi dengan menggandeng bank-bank papan atas. Segala kebutuhan sandang dan pangan bisa diperoleh secara lebih hemat. Kasir-kasir department store itu siap melayani pembayaran dengan berbagai macam cara.
Minimarket dan department store menambah daftar lini depan dalam membiasakan transaksi nontunai, selain penyedia jaringan seluler. Kesadaran masyarakat untuk melakukan transaksi elektronik bisa kian meningkat seiring bertambahnya bentuk kerja sama perbankan dengan, misalnya, agen perjalanan wisata daring, maskapai penerbangan, dan kereta api.
Sejumlah sektor bisnis tersebut cukup bersentuhan dengan minat penting sebagian besar masyarakat. Juni, Juli, akhir tahun, dan masa liburan Lebaran contohnya, biasanya terjadi lonjakan jumlah perjalanan wisata.
Namun, masyarakat akan semakin percaya untuk melakukan transaksi nontunai bila keamanan sistemnya terjamin dan segala ketentuannya dijelaskan secara benderang. Untuk itu, pihak perbankan atau operator harus jujur dalam memberikan keterangan bila dalam transaksi nontunai itu terdapat ongkos yang harus ditanggung nasabah.
Antisipasi adalah langkah yang penting untuk melindungi nasabah. Bank bisa melakukan cek ulang langsung kepada nasabah pemilik rekening, sebelum meloloskan suatu transaksi.
Secara sistem, semua mekanisme pengamanan aplikasi perbankan elektronik menggunakan pendekatan yang ditetapkan oleh regulator, yang biasa disebut two factors authentication (2FA). Faktor pertama yakni apa yang dimiliki nasabah, seperti kartu ATM. Faktor kedua yaitu yang diketahui nasabah, semisal kata sandi dan PIN. Metode enkripsi juga diterapkan untuk melindungi data yang dikirimkan antarsistem bank dan nasabah. Mekanisme tersebut sesuai dengan standar keamanan internasional.
Bila nanti transaksi nontunai sudah menjadi gaya hidup, tugas perbankan belumlah selesai. Selain wajib merawat sistem agar uang dapat bersliweran dengan aman, perbankan perlu selalu mengingatkan konsumen agar senantiasa awas dalam mengukur kemampuan ekonominya. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. [TYS]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 1 Oktober 2018.