Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) akhirnya rampung dan diresmikan pada Sabtu (22/9/2018) oleh Presiden Joko Widodo. Sebuah penantian panjang selama lebih dari dua dekade, yang berujung manis karena patung tersebut menjadi mahakarya warisan bagi generasi selanjutnya sekaligus jadi wujud kemampuan anak bangsa dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdiri setinggi 121 meter dari permukaan tanah Bukit Ungasan, Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, patung GWK menjadi bukti bahwa Indonesia sebagai bangsa yang besar tidak hanya mewarisi karya besar dari peradaban masa lalu yang sangat indah, dan mengagumkan dunia seperti candi Borobudur dan Candi Prambanan. Namun, pada era kekinian, bangsa Indonesia juga bisa berkarya dan berkreasi untuk membangun peradaban.
Hal tersebut sebagaimana dikatakan Presiden Joko Widodo saat meresmikan patung GWK.
“Tadi saya dengar bahwa patung GWK yang dirancang Nyoman Nuarta ini juga memadukan karya seni bangsa kita, terutama keindahan seni budaya Bali dengan kemajuan teknologi, dengan riset, dengan ilmu pengetahuan yang baru. Dengan perpaduan itu, patung GWK ini akan mampu bertahan selama kurang lebih 100 tahun. Dan, saya yakin 100 tahun lagi, patung GWK akan tetap jadi karya yang tetap dibicarakan yang jadi kebanggaan bangsa dan warisan bagi generasi penerus,” kata Presiden.
Teknologi tinggi
Setelah sempat tertunda lama, pengerjaan patung GWK dilanjutkan oleh Alam Sutera, yang perannya amat penting antara lain dalam menunjang dari sisi sains dan teknologi perancangan dan pelaksanaan konstruksi struktur patung.
Untuk membangun patung GWK, Alam Sutera melakukan pengujian terhadap struktur tanah untuk menentukan sistem fondasi yang tepat. Melalui pengujian tersebut, didapat kondisi tanah yang keras berbatu dengan struktur yang berongga sehingga perlu dilakukan pengecoran pada rongga sebelum dilakukan pembangunan.
Setelah tingkat keamanan dan keselamatan dipastikan, pada Agustus 2013 dilakukan ground breaking. Proses ini diawali dengan pembangunan fondasi menggunakan sistem raft foundation.
Namun, pembuatan fondasi seluas 8.585 meter persegi dengan sistem tersebut tidaklah mudah karena keseluruhan beton dengan volume sangat besar harus kering dalam waktu bersamaan. Oleh karena itu dibutuhkan sekitar 43.024 balok es berukuran 20 cm x 20 x cm x 100 cm untuk memastikan fondasi beton dapat kering dalam waktu bersamaan tanpa terpengaruh panas matahari.
Balok-balok es tersebut didatangkan dari Banyuwangi karena pasokan dari Bali sendiri tidak mencukupi. Corporate Planning Division Head PT Alam Sutera Realty Tbk Gunawan Sjahjady mengatakan, tuntutan teknis tidak dapat ditawar sehingga rekomendasi apa pun terkait hal itu akan dilakukan, seperti halnya penggunaan balok es.
Di atas fondasi inilah kemudian dibangun pedestal tempat patung GWK berdiri. Sekadar catatan, pedestal ini sendiri merupakan bangunan dengan ketinggian 8 lantai yang di dalamnya dilengkapi fasilitas meeting, incentice, convention, and exhibition (MICE) yang didesain untuk mendukung berbagai kegiatan kultural dunia.
Keseriusan Alam Sutera saat membangun patung GWK bisa dilihat juga pada tahap pengujian yang juga cukup memakan waktu dan tenaga, lantaran ini tidak hanya dilakukan di atas kertas, tetapi juga melalui uji laboratorium. Misalnya, untuk beban angin, yang sebelumnya pernah dilakukan pengujian di Australia. Namun, dengan adanya sejumlah penyesuaian, pengujian diulang kembali, kali ini dilakukan di Toronto, Kanada, yang merupakan salah satu laboratorium terowongan angin terbaik di dunia, yaitu RWDI.
Keseluruhan struktur patung GWK juga dibangun dengan mempertimbangkan bermacam faktor. Misalnya untuk beban gempa, patung ini telah mengikuti peraturan gempa terbaru dengan memperhitungkan beban gempa yang terjadi hingga 2.500 tahun sekali. Sementara itu, untuk faktor angin, desain dirancang untuk menahan beban angin terbesar dengan periode ulang 100 tahun sekali.
Hal-hal tersebut tentu dilakukan agar patung GWK benar-benar bisa menjadi mahakarya kebanggaan anak bangsa sekaligus bukti kemampuan Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini selaras dengan apa yang dikatakan Presiden Komisaris PT Garuda Adhimatra Indonesia—pengelola Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana yang merupakan anak perusahaan dari PT Alam Sutera Realty Tbk—Mayjen TNI (Purn) Sang Nyoman Suwisma, “Sekali dalam sejarah, suatu bangsa besar membuat mahakarya. Dan, saat inilah Indonesia membuktikan.” [ASP]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 30 September 2018.