[su_audio url=”http://advisual.kompas.id/nusantara-bertutur/audio/tak-kenal-maka-tak-sayang.mp3″]
Ramadhan tahun ini Pita harus melewatkannya di tempat pengungsian di Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman. Saat ini aktivitas Gunung Merapi meningkat menjadi waspada.
Tidak ada teman-teman Pita yang ikut mengungsi di sana. Teman yang rumahnya dekat dengan Pita, memilih tinggal di rumah familinya di lain kota. Pita jadi merasa sendirian.
“Kamu kenapa diam di sini terus, Nak?” tanya Ibu.
“Pita tak ada teman, Bu,” jawabnya sedih.
“Lho, itu banyak anak-anak yang sedang bermain di lapangan,” kata Ibu kemudian.
“Tidak ada yang Pita kenal, Bu.”
“Kalau begitu, coba kenalan saja,” saran Ibu.
Pita ragu-ragu menuruti perkataan ibunya. Dia malu untuk berkenalan.
“Apa mau Ibu antar?” tanya Ibu lagi.
“Tidak usah, Bu. Biar Pita kenalan sendiri.”
Pita lalu berjalan ke arah lapangan. Sesampainya di sana, ia bingung harus memulai kenalan dengan anak-anak yang mana. Tiba-tiba, pundaknya ditepuk dari belakang. Pita menoleh dan melihat dua anak perempuan.
“Halo, aku Dwi,” sapa salah seorang dari mereka, “Dan ini Mika.” Ia menunjuk teman di sebelahnya.
“Namaku Pita,” balas Pita sambil menyalami keduanya.
“Dari kemarin kami melihat kamu main sendirian. Kami tadinya mau mengajak bermain, tapi kamu di belakang ibumu terus,” ungkap Dwi terus terang.
“Itu karena aku baru datang ke sini dan belum kenal siapa-siapa. Jadi pilih di dekat Ibu saja,” jelas Pita malu-malu.
“Oh, begitu.” Kali ini Mika yang berbicara, “Sekarang karena sudah kenal, kita main bersama, yuk! Nanti kami kenalkan juga dengan teman-teman lain.”
Pita lalu diajak berkenalan dengan sesama anak-anak di pengungsian. Mereka menghabiskan waktu bersama. Ada yang bermain congklak, bekel, atau boneka. Anak laki-laki kebanyakan bermain bola dan layangan.
Sore hari, semua anak berkumpul mendengarkan dongeng dari kakak-kakak relawan yang datang. Mereka terhibur dan melupakan kesedihan karena harus berada di pengungsian. Mereka juga mendapat beberapa buku cerita untuk dibaca bergantian. Dengan akur mereka berbagi. Bahkan, anak-anak yang lebih besar dengan senang hati membacakan cerita untuk adik-adik yang masih kecil. Waktu menunggu berbuka puasa pun terasa lebih menyenangkan. Sementara anak-anak yang tidak berpuasa karena keyakinan-nya yang berbeda, juga menghormati temannya yang berpuasa.
“Ternyata mengenal teman-teman baru tidak sesulit yang aku kira, Bu,” ungkap Pita pada Ibu malam harinya.
“Benar. Asal kita bersikap baik hati, ramah, rendah hati, dan selalu menjaga kerukunan, pasti banyak yang mau berteman dengan kita,” tanggap Ibu.
Pita mengangguk. Ia merasa senang bisa mempunyai banyak teman baru. Semakin banyak teman, akan semakin menyenangkan. *
[su_note note_color=”#FF9″]
Penulis: Herdita Dwi R.
Pendongeng: Kang Acep
Ilustrasi: Regina Primalita
[/su_note]