Ada beragam cerita unik di balik kekayaan kuliner sebuah bangsa, salah satunya Thailand. Dengan ciri rasa makanan yang kaya bumbu, saus ikan, dan rasa pedas dari cabai segar, setiap rasa yang dicecap lidah tetap terasa menggugah berkat paduan kesegaran bahan baku dengan keseimbangan rasa manis, asin, masam, dan pedas.
Sekilas menengok sejarahnya, makanan Thailand banyak mendapatkan pengaruh dari negara tetangga Vietnam, Myanmar, maupun China. Sementara itu, perdagangan luar negeri pada masa silam, misalnya dengan bangsa Portugis, juga berkontribusi memperkenalkan rasa manis dan pemakaian cabai merah dalam racikan masakan Negeri Gajah Putih.
Terbentang dari utara dan selatan, makanan di Thailand bervariasi dan mengusung ciri otentik. Situs web Temple of Thai menyebutkan, kuliner Thailand tengah biasa disajikan dalam keadaan panas, bercita rasa asin, manis, dan asam. Hidangan di daerah ini lebih kaya dalam pemakaian bumbu dan rempah-rempah kering, seperti pada tom yum goong (sup udang dengan serai).
Sementara itu, di wilayah Thailand Timur Laut, masakannya cenderung diolah lebih sederhana dan tradisional. Penduduknya menyukai rasa asin dan asam. Meski memakai banyak bumbu, tapi rempah-rempah kering tidak banyak dipakai. Sohm tahm (salad pepaya), koi (salad daging cincang) adalah favorit di wilayah tersebut.
Selanjutnya, Thailand Selatan memiliki keunikan lain. Wilayahnya berlimpah pohon kelapa dan hasil laut sehingga masyarakat di wilayah ini cenderung lebih banyak makan ikan dari pada daging-dagingan. Sementara itu, saus yang banyak dihidangkan adalah nam phrik kapee (saus berbahan dasar pasta udang dicampur cabai segar, sedikit gula aren, dan air jeruk nipis). Rasa dominan yang adalah rasa asin dan asam.
Terakhir di Thailand Utara, tepatnya di sekitar Chiang Mai, dengan daratan yang sebagian besar berupa pegunungan dan lembah yang banyak tertutup hutan. Secara historis, masakan Thailand Utara dikembangkan sendiri sejak zaman Kerajaan Lanna, yang tidak menjadi bagian dari Kerajaan Siam (Thailand).
Di samping itu, secara turun-temurun, masyarakat di wilayah tersebut memiliki tradisi makan bersama yang unik. Caranya, mereka duduk bersama di tikar jerami mengelilingi meja kantoke (meja makan kecil dari pohon ek).
Makanan tradisional di Thailand utara biasa disantap dalam keadaan panas maupun hangat, dalam cita rasa asin dan asam. Sementara itu, rasa manis tidak terlalu menjadi favorit. Makanan yang digemari adalah nasi ketan yang disajikan dengan sayuran kukus, saus pedas, sup, dan kari.
Disarikan dari situs berita Reuters, karakter makanan di daerah ini cukup berbeda dibandingkan wilayah-wilayah lain di Negeri Siam. Dikenal juga dengan istilah Lanna food, ada ciri yang menonjol yaitu karakter rasa yang tidak pedas, bahkan cenderung agak hambar, tetapi segar.
Sisi lain
Keunikan makanan Thailand utara menarik minat banyak kalangan, termasuk salah satunya Hotel The Dharmawangsa Jakarta. Berkolaborasi dengan Anantara Chiang Mai Resort, hotel ini memperkenalkan tradisi kuliner dan spa dari wilayah tersebut dengan menghadirkan guest chef Songpol Ponkaew dari Chiang Mai.
Beberapa menu khas Thailand Utara yang ditampilkan antara lain, yum hua phee (salad jantung pisang dengan udang rebus), tom yum gai sai hua plee (sup ayam panas bercita rasa asam dengan jantung pisang), dan khai soi gai (mi kuah kari kelapa dengan ayam).
Executive Chef The Dharmawangsa Jakarta Felix Budisetiawan menerangkan, “Di tengah maraknya makanan Thailand di Indonesia, kami ingin memperkenalkan sisi lain dari Thailand, yaitu kuliner khas Thailand Utara, yang less spicy dan segar. Dominasi bumbunya yang khas semakin menambah kesegaran cita rasa seperti adanya penggunaan laos, serai, kombinasi sedikit cabai, dan daun jeruk.”
Felix kembali menerangkan, masakan Thailand Utara yang diprediksi akan digemari pencinta kuliner di sini adalah yum som-o (salad jeruk bali dengan udang), yang rasanya mirip rujak, sedikit pedas dan segar. Ada pula chicken satay, yang rasanya tak kalah lezat dengan sate ayam, khas Indonesia.
Tak ketinggalan menu tom yum pun berbeda. Ini sama sekali tidak pakai chili paste, tapi cukup dari kaldu ayam dan ikan, dengan penambahan kunyit. “Satu lagi yang cukup dijagokan menjadi favorit adalah geong poo yaitu mi dengan kari kepiting dan miang kham, menu pembuka berupa cocolan daun yang menjadi ciri khas Thailand Utara,” pungkas Felix. [AJG]
[su_youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=IXB8pYOFbKo&t=18s” width=”640″][su_youtube url=”https://www.youtube.com/watch?t=17&v=fW-GgbZjC68″ width=”620″ autoplay=”yes”][/su_youtube]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 28 April 2018.