Beragam tradisi di Indonesia memperkaya keberagaman kulinernya. Contohnya, kuliner Sumatera yang berbeda cita rasa dengan makanan Jawa. Hal ini bisa terjadi karena ada begitu banyak unsur yang membentuknya. Namun, kehadiran rempah-rempah Nusantara menyelaraskannya.
Sayang, tak banyak orang Indonesia yang mengenal rempah-rempah yang digunakan di berbagai makanan di negeri sendiri. Jangankan di dunia internasional, orang dalam negeri sendiri sering kali tak mengenali kuliner lokal. Tidak hanya jenis atau ragamnya, tetapi juga rempah, bumbu atau bahan-bahan, dan bagaimana cara membuatnya. Banyak di antara kita yang tidak mengenali andaliman, bagaimana rupanya, bahkan masih banyak juga yang salah mengenali jahe dan lengkuas.
Artikel “Kartografi Dunia Berutang Kepada Rempah Maluku” dalam Nationalgeographic.co.id, mengungkap bahwa jauh sebelum kuliner Asia—termasuk bahan-bahan pembuatnya—dikenal di dunia internasional, rempah Nusantara telah terlebih dahulu kondang. Rempah telah membawa perubahan dalam peradaban dunia. Berkat rempah pula, banyak muncul nama penjelajah kampiun dan para pedagang masyhur. Kala itu, rempah Indonesia mewarnai dunia. Aroma istimewanya meniupkan ketenaran Nusantara.
Rempah di Kepulauan Maluku telah membangkitkan pengembangan terhadap sejarah dan kartografi dunia. Kala itu, pembuat peta berupaya untuk membuat peta menjadi lebih baik agar penjelajah samudra abad ke-15 dan ke-16 mencari rute pelayaran menuju legenda itu. Sebut saja Bartolomeus Diaz, Fransisco Serrao, Ferdinand Magellan, dan Francis Drake. Mereka berlomba-lomba untuk mencapai lokasi tersebut lewat kemampuan sumber daya manusia dan teknologi dalam bidang kartografi yang lebih baik.
Dalam perkembangannya, salah satu disiplin dalam ilmu bumi tersebut memadukan geografi, astronomi, survei, seni, dan teknologi pembuatan peta atau globe. Karya kartografer telah menjadi dokumen ilmiah, bahkan boleh dikategorikan hasil seni dan budaya yang menandai peradaban manusia.
Indonesia dijuluki sebagai “Mother of Spices” atau “Ibu Rempah” karena keunggulan geografisnya sehingga masih diburu negara lain karena produk rempahnya. Termasuk Amerika Serikat, Vietnam, India, Belanda, Singapura, Jerman, Jepang, Italia, Malaysia, Perancis, China, Australia. Selain itu, Thailand, Belgia, Korea Selatan, Brasil, Inggris, Rusia, Kanada, dan Pakistan.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia menduduki peringkat pertama produsen vanili dan cengkeh dunia serta menduduki peringkat ke-2 produsen lada dan pala dunia pada 2014 (FAO Stat, 2016).
Oleh karena itu, sebaiknya mencintai kuliner Indonesia bukan hanya menggaung-gaungkannya ke dunia internasional. Namun, kenali terlebih dahulu segala unsur pembuatannya, dari bumbu-bumbu hingga proses pembuatannya. Makanan adalah budaya dan kekayaan kuliner Indonesia sesungguhnya adalah modal besar yang dimiliki oleh negeri ini, seperti yang pernah disampaikan oleh Rahung Nasution, seorang food enthusiast dan traveller. [*/ACH]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 17 April 2018